Dalam kegiatan berinvestasi di pasar modal tidak semua pelakunya benar-benar hanya berinvestasi saja, namun banyak juga yang melakukan jual beli (trading) saham jangka menengah dan pendek. Pelaku trading ini sering kali disebut sebagai trader, yaitu mereka yang memang bertujuan untuk mendapatkan selisih harga beli dan jual saham dalam waktu singkat. Dibandingkan para investor yang melakukan analisa pergerakan saham berdasarkan fundamental perusahaan, para trader cenderung lebih banyak menggunakan analisa teknikal chart/grafik harga saham dan analisa-analisa turunannya.
Kelebihan trading dibandingkan dengan investing adalah potensi mendapatkan keuntungannya lebih cepat, karena jual beli saham dilakukan dalam hitungan minggu, hari, bahkan dalam hitungan menit bisa mendapatkan keuntungan. Namun, resiko yang dihadapi pun yang sama besarnya, dimana kerugian pun bisa datang dengan cepat. Oleh karena itu, dalam trading dikenal dengan istilah cut loss, yaitu melakukan penjualan saham yang rugi apabila kerugian mencapai nominal atau persentase tertentu untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
Untuk pegawai kantoran yang berpartisipasi di pasar modal seringkali lebih diarahkan menjadi investor dibandingkan menjadi trader. Hal ini dapat dimaklumi, karena sebagai investor tidak memerlukan banyak waktu untuk mengamati pergerakan pasar ketika pasar saham buka karena investor lebih fokus pada pergerakan jangka panjang. Tentunya ini akan memberikan kemudahan bagi pegawai agar tetap dapat melaksanakan tanggungjawab pekerjaannya di kantor masing-masing. Berbanding terbalik dengan trader, yang seringkali harus fokus memperhatikan pergerakan harga saham agar dapat menangkap kesempatan membeli dan menjual saham.
Namun, hal ini hanya berlaku dalam teori saja. Rata-rata pelaku pasar saham yang baru masuk pasar modal akan fokus pada pergerakan harga harian, meskipun menyatakan diri sebagai investor. Insting manusia menjadi sangat tajam ketika menyangkut uang, sehingga ketika portofolio saham mengalami kerugian sedikit saja bisa menyebabkan kepanikan yang berlebihan. Padahal keahlian utama yang wajib dimiliki seorang investor adalah kesabaran untuk menunggu kenaikan harga saham serta keyakinan yang kuat terhadap emiten-emiten yang sedang dipegang, dengan harapan secara jangka panjang pasti akan mengalami kenaikan. Kenyataannya, belum ada hitungan bulan, investor pemula yang mengalami floating loss (kondisi portofolio mengalami kerugian) mulai was-was dan panik mencari penjelasan kenapa harga sahamnya terus turun.
Para pengajar saham profesional biasanya akan mengarahkan agar pelaku saham baru bertindak sebagai investor atau trading long term alih-alih trading cepat. Selain sebagai bentuk latihan pengenalan pasar saham secara mendalam, memulai dari teknik long term juga membiasakan pelaku pasar untuk melakukan analisa saham secara lengkap, baik Fundamental Analisis (FA), Teknikal Analisis (TA), kombinasi kedua analisa tersebut, maupun analisa-analisa turunan lainnya. Selain itu, memulai pada teknik investing atau semi investing memudahkan pelaku pasar pemula untuk menentukan bagaimana cara konsisten pada analisa yang sudah dilakukan tanpa harus terpengaruh berbagai faktor eksternal. Karena biasanya pada jangka waktu yang cukup, saham-saham akan mampu rebound meskipun sebelumnya mengalami penurunan.
Hal itu pun berlaku bagi para pelaku pasar yang berprofesi sebagai pegawai / karyawan yang memiliki jadwal kerja sama dengan jadwal buka pasar modal. Sulit untuk fokus trading saham dibarengi menyelesaikan pekerjaan kantor secara bersamaan. Apabila dipaksakan, hasil trading justru lebih berpotensi menimbulkan kerugian yang cukup memberatkan. Potensi resiko tersebut lah yang menyebabkan banyak saran agar pegawai / karyawan kantoran lebih menggunakan style investing atau trading yang lebih long / mid term sebelum praktik fast trading untuk mengurangi resiko kerugian yang besar.
Menggunakan style investing sudah tentu dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Baik Value Investing, Growth Investing maupun Income Investing dilakukan pada waktu yang cukup lama, berkisar 5 sampai 10 tahunan dengan teknik entry yang sesuai, sehingga dapat meminimalisir potensi kerugian apabila dilakukan dengan baik. Jangka waktu yang panjang bisa memberikan investor waktu untuk mengevaluasi analisa, waktu berpikir untuk melakukan action yang terbaik, waktu menunggu saham pilihan bergerak sesuai analisa yang sudah diyakini, dan waktu-waktu lain untuk bisa berpikir jernih dalam melakukan investasi.
Untuk trader, style dengan waktu panjang biasanya menggunakan style trend following, yaitu dengan trading dengan mengikuti trend harga yang sudah terbentuk sampai terjadi pembalikan arah trend (reversal trend). Trend suatu harga biasanya terbentuk dalam rentang berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, sehingga frekuensi jual beli tentu akan semakin sedikit. Trend following kadang disebut juga sebagai semi-investing yang disebabkan jangka waktu hold saham yang cukup panjang. Sebagaimana penganut style investing, menggunakan style trend following juga memberikan banyak waktu untuk berpikir jernih dalam mengambil berbagai keputusan, serta memberikan fleksibilitas entry exit ketika jual beli saham.
Apabila sudah pelaku pasar sudah cukup fasih dalam investing atau trendfollowing, serta ketika psikologis dalam menghadapi pasar sudah mantap (tanpa dihantui kekhawatiran setiap melakukan jual beli), berpindah menjadi style yang lebih singkat seperti swing atau scalping akan lebih mudah. Kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk saat melakukan investasi atau trendfollowing tentu akan memudahkan dalam melakukan analisa pada jangka waktu pendek, terutama dalam pengambilan keputusan jual beli serta psikologis saat memegang saham dan menunggu sampai trading/investing plan tercapai. Pada akhirnya, langkah apapun yang diambil oleh pelaku pasar akan dibenarkan saat bisa menghasilkan cuan, dan jelas kurang tepat apabila terus menerus menghasilkan kerugian. Karena tujuan utama berinvestasi maupun trading adalah konsisten profit, bukan konsisten loss.
Sungai Ulin, sore hari di sanja kuning